Bunuh Membunuh Bagaimana Hukumnya Dalam Islam ?

Akhir-akhir ini kita disuguhkan berita yang sangat tragis yaitu terbunuhnya seorang polisi oleh polisi sehingga menjadi tranding topik di sosial media "polisi tembak polisi". 


Berita ini sangat menjadi perhatian publik sehingga dikomentari banyak pihak termasuk petinggi negara seperti Menkopolhukam dan mantan Kabais TNI. 

Berita ini bahkan menjadi trending topik di mesin pencarian Google. Berikut ini kata kunci yang banyak diketik orang di Google.



Apa Hukum Membunuh Orang Dalam Islam ?

Terlepas dari itu semua, bagaimana sebenarnya hukum membunuh atau dengan kata lain menghilangkan nyawa orang lain dalam aturan Islam ?

Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik hubungan manusia dengan penciptanya, hubungan manusia dengan sesamanya (manusia dan alam semesta) serta hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri. 

Dalam surat Al Maidah Allah berfirman : 


مَن قَتَلَ نَفۡسَۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ أَوۡ فَسَادٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ

 فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعٗا

artinya : barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. (TQS. Al Maidah : 32)

Pembunuhan pertama yang terjadi di dunia ini adalah apa yang dilakukan oleh Qobil yang membunuh saudaranya yaitu Habil. 

Maka dari itulah setiap ada kasus pembunuhan secara dzalim dilakukan di muka bumi Qobil akan mendapatkan limpahan dosanya.

Sebab dialah yang pertama kali mencontohkan perbuatan pembunuhan di muka bumi. 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

"Tidak dibunuh seseorang dengan zalim melainkan anak Adam yang pertama mendapat bagian dosanya karena dia orang yang pertama melakukan pembunuhan". (Riwayat al-Bukhari dan Muslim). 

Hukum Membunuh Orang Beriman

Dalam surat An Nisa ayat 93 Allah berfirman 


وَمَن يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ 

خَٰلِدٗا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ 

وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمٗا

Artinya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (TQS. An Nisa : 93)

Betapa besarnya dosa seseorang (mukmin) yang membunuh seorang mukmin lainnya dengan sengaja. 

Dalam awal ayat yang lalu disebutkan sebagai suatu perbuatan yang tidak layak dan tidak pantas bagi seorang yang beriman karena seharusnya imannya menghalanginya dari perbuatan tersebut. 

Maka ayat ini menyebutkan hukuman yang akan ditimpakan kepada mukmin yang membunuh mukmin lainnya dengan sengaja, sama dengan hukuman yang disediakan Allah swt untuk orang yang tidak beriman, sehingga seolah-olah si pembunuh tersebut disamakan dengan orang yang tidak beriman karena kejahatan yang dilakukannya sama sekali tidak layak bagi orang yang beriman.

Menurut ayat ini, hukuman yang akan diterapkan untuknya ialah azab neraka yang kekal di dalamnya dan kemurkaan serta laknat dari Allah untuknya. 

Neraka Jahanam merupakan azab yang paling berat paling dahsyat. Kekekalan seseorang dalam neraka menunjukkan bahwa Allah tidak menerima taubatnya. Sedangkan laknat Allah berarti dijauhkan dari rahmat-Nya selama-lamanya. 

Kemurkaan Allah kepada seseorang akan menjauhkannya dari keridaan-Nya, di samping itu masih disediakan pula untuknya azab yang besar yang tidak dijelaskan dalam ayat ini.

Perlu diketahui, berbagai hukuman yang disebutkan dalam ayat ini diancamkan kepada si pembunuh mukmin, yang membunuh mukmin yang lain dengan sengaja, adalah merupakan azab ukhrawi, yaitu azab yang akan diterima di akhirat kelak. 

Sedang di dunia ini, berlaku hukuman duniawi yang dilakukan oleh pihak penguasa. 

Menurut peraturan yang telah ditentukan dalam agama, yaitu: apabila dalam sidang pengadilan seseorang telah terbukti bersalah, maka terhadapnya dijatuhkan dan dilaksanakan hukum kisas, yaitu pembalasan yang setimpal, nyawa dengan nyawa. 

Tetapi, apabila ahli waris dari keluarga yang terbunuh memberikan maaf dan tidak menghendaki pelaksanaan hukuman Qisos terhadap si pembunuh, maka pihak si pembunuh diwajibkan membayar diyat, yang harus dilaksanakan dengan cara yang baik. 

Artinya: harus dibayar oleh yang bersangkutan pada waktu dan dengan jumlah yang ditetapkan oleh pengadilan tanpa mengulur-ulur waktu. Sebaliknya pihak yang akan menerima harus bersabar sampai datangnya waktu yang telah ditetapkan dan tidak mendesak (lihat al-Baqarah/2:178).

Mengenai tobat si pembunuh menurut zahir ayat ini memang tidak diterima Allah swt, karena dalam ayat ini disebutkan bahwa ia kekal dalam neraka Jahanam, sedang orang yang diterima tobatnya oleh Allah tidak akan kekal dalam neraka. 

Mengenai masalah ini ada dua pendapat :

Pertama: Pendapat sebagian sahabat, antara lain Ibnu Abbas, mengatakan bahwa orang mukmin yang membunuh orang mukmin lain dengan sengaja tidak diterima tobatnya di sisi Allah Yang Maha Esa. 

Lain halnya dengan orang musyrik yang walaupun pada masa-masa musyriknya ia membunuh, tetapi ia berbuat demikian sebelum ia mendapat petunjuk dan belum mengetahui hukum-hukum Allah, maka perbuatan membunuhnya diampuni oleh Allah selama perbuatan itu tidak diulangi setelah masuk Islam. 

Tetapi apabila ia telah memperoleh petunjuk dan telah mengetahui hukum-hukum dan larangan-larangan dalam syariat agama Allah ini, maka perbuatannya itu berarti meremehkan hukum Allah yang telah diketahuinya dengan baik, dan seolah-olah telah meninggalkan imannya. 

Maka wajar saja bila Allah tidak menerima taubatnya, sebaliknya Allah memberikan azab yang kekal dalam neraka Jahanam dan kemurkaan serta laknat-Nya.

Kedua: Pendapat sebagian ulama, si pembunuh walaupun ia telah membunuh mukmin lainnya dengan sengaja, namun bila ia bertaubat maka taubatnya masih diterima Allah, sebab Allah telah menjelaskan bahwa hanya dosa syiriklah yang tidak diampuni-Nya. 

Adapun dosa-dosa selain syirik masih dapat diampuni bagi orang-orang yang dikehendaki oleh Allah. Allah berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar. (TQS. an-Nisa/4:48).


Lebih baru Lebih lama